Christian Books

Minggu, 19 Maret 2017

PEMBENTUKAN IBADAH PERTAMA GEREJA TIBERIAS INDONESIA (KESAKSIAN IBU PDT. DARNIATY PARIADJI)

Bapak Pdt. DR. Pariadji dan Ibu Pdt. Darniaty Pariadji
I. BERAWAL DARI KELAHIRAN ANAK KE-4, ARSETO PARIADJI
Kita bersyukur ibadah Gereja Tiberias telah genap 28 tahun. Saat ini saya akan menyaksikan bagaimana Tuhan yesus sendiri yang memulai dan menyertai pelayanan Gereja Tiberias.

Berawal dari saat saya akan melahirkan anak kami yang keempat. Saat saya akan melahirkan, ada seorang ibu juga yang akan melahirkan dalam kondisi gawat darurat, maka saya ditangani dengan terburu-buru oleh dokter. Saya diberikan suntikan dobel dosis. Akibat suntikan tersebut bayi saya keluar sendiri, ketika saya dalam posisi miring. Setelah melahirkan, saya lima hari dirawat dirumah sakit, lalu pulang kerumah. Dan setelah dua hari dirumah tiba-tiba saya mengalami jatuh. Sehingga kaki saya mengalami bengkak yang besar, tidak bisa digerakkan dan tidak bisa berjalan. Akhirnya saya mengalami kelumpuhan. Karena kelumpuhan itu, saya tidak bisa merawat bayi saya.
Selama enam bulan, saya selalu keluar masuk rumah sakit untuk menjalani pengobatan medis, tetapi hasilnya tetap tidak sembuh juga. Selama 3,5 tahun saya sakit-sakitan dan sangat tersiksa. Padahal saya sudah ditangani dokter-dokter yang terbaik. Tentunya kita semua ingin sehat, tidak ada orang yang ingin sakit. Didalam benak saya, apa gunanya saya lulusan farmasi, punya apotik 7 dan punya segalanya tetapi sakit-sakitan. Seluruh tubuh saya terasa sakit, kadang-kadang saya tiba-tiba saja pingsan dan saya selalu memakai oksigen.


II. DIJAMAH DAN DISEMBUHKAN LANGSUNG OLEH TUHAN DISEBUAH GEREJA
     
Lalu anak kami yang pertama sudah masuk sekolah dan Pak Pariadji yang langsung mendaftar dan mengurusnya. Sebagai seorang ibu, saya ingin sekali mengantar anak saya ke sekolah. Akhirnya dengan memakai oksigen, dengan ditemani suster dan supir, saya mengantar anak saya ke sekolah. Setelah keluar dari mengantar anak sekolah, tiba-tiba saja ditengah perjalanan saya melihat sebuah gereja dan menyuruh supir untuk mampir ke gereja tersebut. Saat itu saya merasakan seperti ada sesuatu yang mendorong saya untuk masuk ke dalam gereja.

Kemudian saya masuk ke dalam gereja yang sedang tidak ada ibadah, saat itu pukul 9 pagi. Saya sempat takut, karena saya dari latar belakang bukan Kristen. Saya melihat salib dan melihat Tuhan Yesus. Tiba-tiba saja seketika itu juga semua rasa sakit yang selama ini saya derita selama 3,5 tahun hilang dan sembuh. Keesokan harinya saya datang lagi ke gereja tersebut. Selama tiga hari berturut-turut saya datang dengan diantar supir. Hasilnya kaki saya yang bengkak selama 3,5 tahun dan selalu mengeluarkan air itu, bisa kempes dan akhirnya sampai saya bisa memakai sepatu. Lalu hari ketiga itu saya bertemu dengan pendeta dan koster gereja tersebut, disuruh datang lagi pukul 5.55 pagi.
     
Saat pagi-pagi mengikuti ibadah itu, akhirnya saya bisa memanggil nama Tuhan dan semenjak itu saya dijamah dan disembuhkan langsung oleh Tuhan Yesus. Saya bisa berjalan bahkan bisa mengendarai mobil sendiri. Pulang dari gereja seluruh karyawan di apotik bersukacita, karena saya sudah sembuh. Bahkan sampai saya memeriksakan kembali kesehatan saya ke dokter dan hasilnya dokter mengatakan semuanya sudah normal dan sudah sembuh.
      
Lalu ada salah seorang karyawan saya yang memberikan saya sebuah Alkitab. Semenjak itu saya mulai membaca Alkitab, membaca Injil. Semenjak itu juga saya menjadi cinta Tuhan Yesus. Saya senang datang beribadah di gereja. Pagi-pagi saya pergi, supaya tidak ketahuan Pak Pariadji. Diam-diam saya suruh supir saya dorong mobil saya keluar rumah, supaya tidak kedengaran Pak Pariadji. Supir tersebut selalu saya beri uang 25 ribu rupiah (tahun 80an itu jumlah yang besar, sampai akhirnya supir saya bisa beli rumah). Saya katakan jangan beri tahu siapa-siapa, bila saya pergi ke gereja.
     
Saat itu saya terus-menerus mencari kebenaran, ingin mengenal Tuhan Yesus. Lalu saya membeli banyak buku-buku terjemahan tentang kebenaran itu. Sampai akhirnya saya menemukan Tuhan Yesus adalah benar-benar keselamatan dan kebenaran itu.

III. MENDIRIKAN PERSEKUTUAN DOA
      
Kemudian saya diajak seorang karyawan saya untuk datang ke sebuah Persekutuan Doa. Di ibadah itu, ketika pendetanya berkhotbah saya dengan sendirinya mengerti bahwa Yesus adalah Allah sendiri yang turun ke dunia menjadi manusia.
      
Setelah khotbah, ternyata ada acara doa syafaat yang dibagi dalam beberapa kelompok. Saat itu ada 40 ibu-ibu dan 15 penginjil. Dan saya masuk dalam sebuah kelompok yang terpisah dengan karyawan saya yang mengajak saya. Setiap kelompok terdiri dari beberapa ibu yang ditugaskan untuk berdoa syafaat secara bergantian. Saat giliran saya untuk berdoa, saya diam karena saya tidak bisa berdoa. Karena belum bisa berdoa, akhirnya keluarlah ucapan: ”Tuhan saya tidak bisa berdoa bagus seperti ibu-ibu ini, karena saya bukan orang kristen.” Lalu seketika itu juga ibu-ibu itu mendoakan saya, dengan berkata: ”Tuhan Yesus jamah ibu ini Tuhan, jadikan ibu ini anakMu.” Dan saat itu juga saya dijamah Tuhan dan mengalami kelepasan. Seperti ada sesuatu yang keluar dari belakang leher saya. Lalu seketika itu juga, saya bisa berteriak:”Tuhan Yesus, saya minta Mas Pariadji hidup didalam Engkau dan saya minta Andira, Aristo, Argo, dan Arseto hidup didalam Engaku.” Semenjak itu saya bisa berkata Tuhan Yesus.
      
Akhirnya saya memiliki kerinduan untuk belajar Alkitab. Lalu saya mendirikan sebuah persekutuan doa yang tempatnya di apotik saya. Saya mengajak karyawan dan ibu-ibu yang lain. Pertama kali Persekutuan Doa itu dibuka pada hari Rabu, kemudian dibuka lagi hari Senin, lalu hari Jumat saya belajar Tabernakel dan hari Sabtu saya mengadakan Pendalaman Alkitab untuk karyawan-karyawan saya. Setelah berjalan tiga bulan, yang hadir terus bertambah sampai lebih dari 300 orang.
     
Ada sebuah kejadian yang luar biasa terjadi, ada seorang ibu yang menderita sakit kanker ditelapak kakinya dan ia minta agar saya mendoakannya. Hari itu saya doakan dia pada hari Senin, padahal hari Kamis ia harus potong kakinya. Tetapi hari Kamis itu ternyata mujizat terjadi, ibu itu kakinya sembuh, tidak jadi dioperasi dan kankernya hilang. Hari Senin ibu itu datang lagi ke Persekutuan Doa, kakinya sudah sembuh.
     
Di Persekutuan Doa itu banyak ibu-ibu yang bersaksi mereka diberkati, dijamah dan mengalami pelepasan. Banyak ibu-ibu yang rumah tangganya hancur, dipulihkan. Akhirnya banyak ibu-ibu yang datang minta saya doakan. Bahkan banyak juga ibu-ibu yang didoakan pelepasan dari setan-setan. Ada seorang ibu ingin menerima Tuhan Yesus tetapi selalu mengalami kesulitan. Saya selalu katakan pada ibu itu, apapun yang kita lakukan, selalu berkata: ”Yesus...Yesus...Yesus...Yesus...” Akhirnya ibu itu bersaksi anaknya yang suka mendaki gunung tiba-tiba tersesat disebuah gunung, tidak bisa pulang. Lalu ia panggil: ”Yesus...Yesus...Yesus...Yesus...” Tiba-tiba saat itu di tengah situasi yang gelap gulita itu, ia melihat sinar terang yang akhirnya menjadi jalan sampai ia menemukan jalan pulang dan selamat.

IV. IBADAH MINGGU PERTAMA, 22 MEI 1988, BERTEPATAN DENGAN HARI    ULANG  TAHUN SAYA  DAN HARI PENTAKOSTA
     
Sejak awal saya tidak pernah berpikir ingin melayani, tidak terpikir untuk menjadi pendeta, tidak terpikir ingin menjadi Gembala Sidang. Satu kerinduan kami, hanya untuk menginjil, memenangkan jiwa-jiwa.
     
Setelah Persekutuan Doa berjalan, semakin lama semakin ramai, sampai-sampai tidak muat lagi. Lalu banyak ibu-ibu yang rindu agar saya mengadakan ibadah di hari Minggu. Saya senang main organ, maka saya selalu melayani dengan main organ di Persekutuan Doa. Tetapi kadang-kadang MC nya tidak bisa hadir, saya menggantikannya menjadi MC sekaligus main organ. Bahkan pernah juga MC dan pendetanya tidak bisa hadir, saya pernah sekaligus menjadi pembicara, MC, dan main organ. Saya sering diundang gereja-gereja lain untuk memainkan organ. Pak Pariadji pernah menjual organ saya supaya tidak main organ lagi di gereja.
      
Pak Pariadji awalnya hanya mengintip saja bila Persekutuan Doa berlangsung. Saya selalu berdoa untuk Pak Pariadji dan anak-anak agar diselamatkan Tuhan. Karena saya belum pandai berdoa, maka saya mengutip doa dari seorang hamba Tuhan yang berkata: ”Pakai kami Tuhan, pakai kami Tuhan menjadi alatMu yang tangguh.” Akhirnya Pak Pariadji dijumpai Tuhan dan diselamatkan. Kemudian ia berkata kepada saya, bahwa ia mau melayani full time.
     
Pak Pariadji dan saya bersama anak-anak senang melayani dengan membagi-bagikan Kitab Injil. Pak Pariadji dan saya serta keluarga senang membagi-bagikan Kitab Injil, naik turun bus, naik turun kereta dan mal-mal. Gudang-gudang di apotik kami, kami jadikan tempat untuk menyimpan Kitab-Kitab Injil yang kami beli dari LAI. Berjalannya waktu kami terus melayani, sampai akhirnya dibaptis selam.
      
Yang luar biasanya Tuhan selalu menuntun kami dalam pelayanan. Saya sering diundang bersaksi, keluar negeri, ke berbagai negara. Yang menjadi kerinduan kami adalah selalu melayani, melayani, dan melayani. Sejak awal Pak Pariadji memang orangnya berani mati. Dulu berani mati untuk negara, kini berani mati untuk Tuhan demikian juga berani mati untuk jemaat.
     
Dalam perjalanan pelayanan itu, semua pekerjaan sedang diberkati. Bahkan ada satu rencana ingin membangun pabrik disposable syringe yang besar, sudah ada tanah, sudah dapat izin dari Jepang, sudah ada modal. Akhirnya saya doa tanya Tuhan, dalam sebuah perjalanan di pesawat dari Jepang ke Jakarta, ternyata jawaban Tuhan: “Kamu akan melayani, menjadi hamba Tuhan, melayani, hamba Tuhan, melayani.” Saya konseling dengan seorang pendeta tentang hal itu dan pendeta itu berkata kalau Tuhan memakai ibu, Tuhan juga akan memakai Pak Pariadji.


Akhirnya ada pendeta yang mau menaungi kami. Sampai akhirnya pendeta tersebut menentukan ibadah Minggu pertama pada hari Minggu tanggal 22 Mei 1988. Tanggal tersebut adalah hari ulang tahun saya dan hari itu tepat hari pentakosta, padahal itu tidak dirancangkan. Ibadah Minggu terus berkembang pesat. Buka di Ratu Plaza, penuh sesak. Buka di Jakarta Theater, penuh sesak. Buka di Jayakarta Tower, penuh sesak. Sampai akhirnya pada tahun 1990, menjadi Gereja Tiberias dan Pak Pariadji diangkat menjadi Gembala Sidang. Sampai sekarang sudah 28 tahun Tuhan selalu mengurapi dan memberkati pelayanan Gereja Tiberias.


Video Kesaksian Ibu Pdt. Darniaty Pariadji

Kesaksian disadur dari tabloid Gereja Tiberias Indonesia.

Aplikasi Bible/ Alkitab/ Injil dapat didownload untuk dipasang di smartphone Android atau tablet di https://play.google.com/store/apps/details?id=org.sabda.alkitab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...