Christian Books

Rabu, 19 Desember 2018

FERMANS SILIWONGI RAPU MENYERUKAN NAMA TUHAN YESUS KRISTUS MINTA TOLONG SELAMAT DARI LIQUIFAKSI DI JONO OGE GEMPA PALU

Kesaksian Fermans Siliwongi Rapu Selamat dari Maut Saat Gempa dan Liquifaksi di Jono Oge Palu, ceritera dibalik video durasi pendek 2 menit 4 detik.


Video Fermans Saat Terjadinya Gempa Palu, Liquifaksi di Jono Oge

Jumat, 28 September 2018, sekitar jam setengah 6 sore, adalah hari yg tenang, hari yang sangat-sangat tenang, bahkan bunyi serangga pun tak terdengar..

Saat itu saya lagi di halaman rumah, coba foto sana sini dengan filter camera Oppo A57 hp saya. Tiba-tiba bumi bergetar, berguncang, terdengar derak-derak atap rumah saya dilanda gempa yang belakangan baru saya ketahui magnitudo nya 7,4 SR.

Menurut artikel2 yang saya baca dgn kekuatan gempa yg seperti itu diperkirakan tidak ada bangunan yang mampu bertahan. Tapi Puji Tuhan rumah saya masih kokoh berdiri. Pada saat gempa itu terjadi saya tiarap di halaman depan rumah saya karena mau duduk pun saya jatuh, setelah gempa berlalu saya berdiri melihat-lihat sekitar, memperhatikan keadaan rumah saya, tanpa saya sadari ketika menengok ke belakang, kurang lebih sekitar 200 meter terlihat gelombang mendekat, awalnya sy tdk tahu apa itu, tapi kemudian saya sadari itu lumpur yang bergelombang. Saya sejenak terpaku tidak tahu harus berbuat apa, tapi tiba2 timbul pikiran saya harus cari perlindungan, saya coba berlindung di sebelah dinding samping rumah, tapi tidak lama berselang lumpur langsung menerjang rumah dan semuanya terbongkar, saya lari ke belakang, tiba-tiba atap rumah saya jatuh karena dindingnya sudah hancur, dengan cepat saya memanjat, naik ke atas atap rumah saya yang terus terbawa hanyut oleh lumpur yang bergelombang itu.

Sementara di atas atap saya ingat saya masih memegang hp saya. Terus nyalakan perekam video mencoba merekam keadaan waktu itu, sambil merekam saya berseru memanggil Tuhan saya, "Tuhan Yesus tolong, tolong hambamu Tuhan" begitu seruan saya di dalam video yang sempat terekam itu. Saat itu pikiran saya dunia ini sudah kiamat, karena sekeliling saya kelihatan bergerak semua, lumpur yang bergelombang menghanyutkan rumah, mobil-mobil, pohon-pohon yang tumbang di terjang lumpur, semuanya kelihatan tidak berdaya menghadapi terjangannya, luar biasa keadaan waktu itu. Setelah terhanyut cukup lama, diakhir video itu terekam semburan air yg bergelombang dari dalam tanah, saya berpikir kalau saya tidak melompat ke pohon atau menjauh dari tempat itu, pasti akan langsung tenggelam bersama atap rumah yg saya naiki itu.

Kemudian sy melompat berpindah dari atap rumah itu ke cabang pohon yang menyerempet atap, kelihatan di video itu. Terus saya berpindah pada pokok kelapa yang sudah tumbang melintang, saya mencari jalan keluar, terus saya melompat ke lumpur yang sudah agak tenang, yang tidak lagi bergelombang tapi masih bergerak perlahan, saya terus berenang, merangkak, berpegangan pada tanaman padi yang masih melekat pada tanah yang agak keras, menyeret badan, berenang lagi, sambil membawa hp yang sudah beberapa kali terbenam di lumpur, sampai saya mendapatkan kumpulan pohon kelapa, ada yg tumbang ada yg masih berdiri dengan posisi miring, rupanya saya sudah sampai ke tepian, sampai di tanah yg keras, kurang membutuhkan waktu lebih dari satu jam saya perkirakan dari saat melompat dari atap itu. Puji Tuhan hanya itu yang bisa saya ucapkan dalam hati pada saat itu.


Dari tempat itu saya berjalan sekitar 2 jam untuk sampai di rumah teman di palu, di jalan Banteng dengan keadaan dari ujung rambut sampai kaki penuh lumpur semua.

Puji Tuhan, sekali lagi hanya karena kemurahan hati Tuhan, saya masih bisa bersaksi sampai saat ini, bukan karena kekuatan saya, bukan karena keberanian saya, tapi hanya oleh campur tangan Tuhan dalam hidup saya semua bisa terjadi, karena bagi Tuhan sungguh tidak ada yg mustahil.

Terpujilah namaTuhan, sekarang dan selama-lamanya. Amin.




Read More..

Minggu, 16 Desember 2018

ARTIS OVI SOVIANTY EX DUO SERIGALA MENGIKUT TUHAN YESUS KRISTUS SETELAH DILAWAT TUHAN

Ovi Sovianty mantan personel Duo Serigala secara terang-terangan mengakui jika dirinya pindah agama menjadi seorang penganut Kristen. Agama yang dipeluk sang suami, Frangky Ilham Roring.
"Aku memang sudah pindah ke Kristen," ucap Ovi Sovianty usai usai mengisi acara Rumpi No Secret di Trans TV, di kawasan Jalan Tendean, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Desember 2018.
Ovi Sovianty Bersama Suami Merayakan Natal Pertamanya
Padahal, Ovi dan suami menjalani pernikahan secara Islam pada 7 Oktober 2018 di Perumahan Grand Mekarsari, Cileungsi, Jawa Barat. Sebulan sebelum menikahi Ovi, Frangky memutuskan menjadi mualaf.
Ovi Sovianty mengaku pindah agama setelah mendapat mimpi. Ia pun ragu, alasan tersebut dapat diterima masyarakat.
"Kalau aku jelaskan mungkin kalau nalar orang nggak masuk akal sih kalau buat aku. Ya seperti itu (dari mimpi)," ungkap Ovi Sovianty.
Saat ditanya prosesnya, Ovi Sovianty mengatakan dirinya mantap masuk Kristen setelah didatangi Tuhan.
"Tuhan sendiri yang mendatangi aku. Jadi walaupun aku jelaskan itu yang kayak nggak masuk akal. Jadi biar aku yang ngerasain aja. Jadi itu sangat indah luar biasa dan sangat suka cita aku jalaninnya," pungkas Ovi Sovianty. 
Video Kesaksian Ovi Sovianti

Video Kesaksian Ovi Sovianti dilawat Tuhan Yesus Kristus
Read More..

Jumat, 12 Oktober 2018

KESAKSIAN CACHA (MELISSA) SITOHANG, ISTERI CHOKY SITOHANG HIJRAH MENGIKUT TUHAN YESUS KRISTUS

Halo semua, nama saya Melissa, biasa dipanggil Caca. Saya sangat berbahagia ada di tempat ini, suatu kehormatan untuk saya bisa melayani Tuhan. Saya akan membagikan bagaimana saya mengikut Tuhan untuk pertama kali. Bacground keluarga saya, saya lahir dari keluarga Muslim, anak bungsu dari lima bersaudara, dan sampai saat ini semua keluarga saya masih tetap Muslim. 

Melissa (Cacha) Sitohang, sekeluarga dengan Suami Choky Sitohang
Di sini saya mau cerita bagaimana Tuhan memperkenalkan diri-Nya kepada saya. Waktu itu  tahun 2001 awal, saya bekerja di salah satu perusahaan penerbangan nasional di Indonesia, dan saya ditempatkan di Bali, di sana saya kontrak untuk bekerja selama lima tahun, sebagai pramugari. Saya ditempatkan bersama-sama teman teman seangkatan saya waktu itu di sebuah apartemen bareng. Saya percaya bukan kebetulan, saya memilih untuk tinggal bersama teman teman saya yang Kristen. Kami punya suatu ruangan di apartemen, ruang tamu, tapi karena kami jarang menerima tamu, kami ganti jadi ruang buku, ruang baca, ruang music, kami taruh CD, kaset, untuk kami sama-sama baca, dan tukar-tukaran. 

Video Youtube Kesaksian Melissa ( Cacha ) Sitohang, Mengikut Yesus

Teman saya ini punya banyak koleksi buku buku rohani, Alkitab, dia pajang semua, ada lagu-lagu puji-pujian. Saya juga punya buku buku, suka tukar-tukaran buku, tetapi buku buku sekuler. Suatu hari saya sedang tidak terbang, tidak bekerja, saya diam di rumah, dan teman saya itu lagi tidak berada di rumah. Waktu itu saya sendiri, karena belum terbiasa jauh dari keluarga, sendirian saya merasa sangat kesepian.  Saya kemudian mencoba melihat buku buku teman saya itu, saya lihat kok ini buku rohani semua, lalu ok, saya mau dengerin musik saja, tetapi saya lihat semuanya rohani, akhirnya saya memilih mengambil suatu CD instrument, karena saya suka musik. Di situ saya memilih CD instrument piano dari Joseph S. Djafar, dia musisi rohani, saya waktu itu tidak tahu dia sama sekali, tahu lagu lagu apa, saya digerakan Tuhan mengambil lagunya saya dengarkan di mobil dan di kamar. Saat itu saya mulai suka, saya merasa, entah mengaapa, ini musik bikin damai sejahtera, seperti yang saya belum pernah rasakan sebelumnya. Waktu itu saya belum mengerti arti damai sejahtera, suka-cita, tapi saya merasa beda. Sampai saya akhirnya mulai digerakan untuk mengambil dan membaca Alkitab yang ada di lemarinya dia, karena ingin tahu, bagaimana sih ceritera di dalam Alkitab, tentang Adam dan Hawa, serta nabi-nabi yang lain, yang saya tahu dari kecil. Jadi saya mulai membuka Alkitab, membaca dari kitab Kejadian. Saya melihat tentang awal mula dunia dijadikan oleh Allah, dan saya kaget, wah ternyata ceriteranya seperti ini, yang saya tidak pernah tahu sebelumnya. Karena saya suka membaca, saya melihatnya ada ceritera baru seperti novel, saya pikir wah seru nih, nextnya apa lagi?. Sampai akhirnya saya bilang sama teman saya itu, namanya Maureen, saya katakan “Maureen, saya bawa ya Alkitab kamu”, dan dia kaget banget, “hah!” dia bilang “ya udah, saya punya yang lain kok”, dan saya mulai baca di kamar, yang semula saya senang main, dan makan rame-rame bersama geng saya, waktu itu saya mulai menolak, saya di kamar aja, karena saya ingin baca lagi, baca lagi, seru banget begitu, walaupun ada bagian-bagian di dalam Alkitab Perjanjian Lama itu yang saya kurang mengerti, tapi bikin saya penasaran terus.              

Read More..

Sabtu, 21 Juli 2018

BIOGRAFI MARTIR PENGINJIL JIM ELLIOT Di EQUADOR

Jim Elliot di Equador
MASA MUDA
Jim Elliot memulai hidupnya di Portland, Oregon, AS. Ibunya, Clara, adalah seorang Chiropractor dan ayahnya, Fred, adalah seorang hamba Tuhan. Mereka menikah dan menetap di Seattle, WA di mana mereka menyambut putra pertama mereka, Robert pada tahun 1921.

Kemudian mereka memindahkan keluarga ke Portland di mana Herbert tiba pada tahun 1924, Jim pada tahun 1927, dan Jane pada tahun 1932.

Jim mengenal Kristus sejak usia dini dan tidak pernah takut untuk berbicara tentang Dia kepada teman-temannya. Pada usia enam tahun, Jim memberi tahu ibunya, “Sekarang, mama, Tuhan Yesus dapat datang kapan saja Dia mau. Dia bisa membawa seluruh keluarga kami karena saya sudah diselamatkan sekarang, dan Jane masih terlalu muda untuk mengenal Dia. ”

TAHUN-TAHUN YANG MENYUSUI KEINGINANNYA UNTUK MELAYANI TUHAN DALAM MISI
Jim memasuki Benson Polytechnic High School pada tahun 1941. Dia membawa sebuah Alkitab kecil bersamanya dan, seorang pembicara yang luar biasa; dia sering ditemukan berbicara untuk Kristus. Dia dan teman-temannya tidak takut untuk melangkah keluar dan mencari petualangan. Satu hal yang Jim tidak punya waktu untuk di tahun-tahun awal itu adalah anak perempuan. Dia pernah dikutip mengatakan kepada seorang teman, " laki-laki rumahan tidak banyak berpetualang."

Pada 1945 Jim pergi ke Wheaton, IL untuk menghadiri Wheaton College. Tujuan utamanya adalah untuk mengabdikan dirinya kepada Tuhan. Dia mengakui pentingnya disiplin dalam mengejar tujuan ini. Dia akan memulai setiap pagi dengan doa dan pelajaran Alkitab. Dalam jurnalnya ia menulis, “Tidak ada yang bisa menjadi 'barang lama' karena itu adalah Kristus yang dicetak, Firman yang Hidup. Kita tidak akan berpikir untuk bangkit di pagi hari tanpa mencuci muka, tetapi kita sering mengabaikan pembersihan purgatif dari Firman Tuhan. Itu membangunkan kita untuk tanggung jawab kita. ”

Keinginan Jim untuk melayani Tuhan dengan mengambil Injil-Nya kepada orang-orang yang belum terjangkau di dunia mulai tumbuh saat di Wheaton. Musim panas 1947 menemukannya di Meksiko dan waktu itu memengaruhi keputusannya untuk melayani di Amerika Tengah setelah ia menyelesaikan kuliah.

Jim bertemu Elisabeth Howard selama tahun ketiganya di Wheaton. Dia memintanya untuk kencan yang dia terima dan kemudian dibatalkan. Mereka menghabiskan tahun-tahun berikutnya sebagai teman dan setelah dia selesai di Wheaton, mereka terus berkorespondensi. Ketika mereka saling mengenal satu sama lain, ada ketertarikan, tetapi Jim merasa perlu untuk tidak terbebani oleh kekhawatiran duniawi untuk mengabdikan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan.

Selain harapannya untuk suatu hari bepergian ke negara asing untuk berbagi Kristus dengan orang-orang yang tidak bergereja di dunia, dia juga merasakan kebutuhan untuk berbagi dengan orang-orang di Amerika Serikat. Pada hari Minggu sementara di Wheaton dia sering naik kereta ke Chicago dan berbicara dengan orang-orang di stasiun kereta api tentang Kristus. Dia sering merasa tidak efektif dalam pekerjaannya karena saat-saat memimpin orang-orang yang berpengetahuan kepada Kristus sangat sedikit. Dia pernah menulis, “Belum ada buah. Mengapa saya begitu tidak produktif? Saya tidak dapat mengingat memimpin lebih dari satu atau dua ke dalam kerajaan. Tentunya ini bukan manifestasi dari kekuatan Kebangkitan. Saya merasa seperti Rachel, ‘Beri saya anak-anak, kalau tidak saya mati.’ ”

After college with no clear answer as to working for the Lord in a foreign country, Jim returned home to Portland. He continued his disciplined Bible study as well as correspondence with Elisabeth Howard whom he called Betty.



They both felt a strong attraction to each other during this time, but also felt that the Lord may have been calling them to be unmarried as they served Him.

In June of 1950 he travelled to Oklahoma to attend the Summer Institute of Linguistics. There he learned how to study unwritten languages. He was able to work with a missionary to the Quichuas of the Ecuadorian jungle. Because of these lessons he began to pray for guidance about going to Ecuador and later felt compelled to answer the call there.

Elisabeth Elliot wrote in Shadow of the Almighty: 

 “The breadth of Jim’s vision is suggested in this entry from the journal:

August 9. “God just now gave me faith to ask for another young man to go, perhaps not this fall, but soon, to join the ranks in the lowlands of eastern Ecuador. There we must learn: 1) Spanish and Quichua, 2) each other, 3) the jungle and independence, and 4) God and God’s way of approach to the highland Quichua. From thence, by His great hand, we must move to the Ecuadorian highlands with several young Indians each, and begin work among the 800,000 highlanders. If God tarries, the natives must be taught to spread southward with the message of the reigning Christ, establishing New Testament groups as they go. Thence the Word must go south into Peru and Bolivia. The Quichuas must be reached for God! Enough for policy. Now for prayer and practice.” “


Cuplikan Penginjil Jim Elliot di Equador 
yang Jadi Martyr Mati di Ujung Tombak


TAHUN-TAHUN DI EQUADOR

Pada Februari 1952 Jim akhirnya meninggalkan Amerika untuk melakukan perjalanan ke Ekuador bersama Pete Fleming. Pada bulan Mei Elisabeth pindah ke Quito dan meskipun mereka tidak merasa perlu bertunangan, dia dan Jim memulai pacaran.

Pada bulan Agustus Jim meninggalkan Elisabeth di Quito dan melakukan perjalanan bersama Pete ke Shell Mera. Di markas besar Mission Aviation Fellowship di Shell Mera, Jim dan Pete belajar lebih banyak tentang Indian Acua, kelompok orang yang sebagian besar belum terjangkau dan sangat buas.

Meninggalkan Shell Mera, Pete dan Jim pindah ke Shandia di mana Jim terpikat oleh Quichua. Dia merasa sangat kuat bahwa ini persis di mana Tuhan ingin dia bekerja untuk menyebarkan Injil.

Ketika Jim berada di Shandia, Elisabeth sedang bekerja untuk belajar lebih banyak tentang Indian Colorado di dekat Santa Domingo. Pada bulan Januari 1953 dia pergi ke Quito dan dia bertemu dengannya di sana dan mereka akhirnya bertunangan. Mereka menikah pada bulan Oktober tahun itu dan satu-satunya anak mereka Valerie lahir pada tahun 1955.

Mereka menetap di Shandia dan melanjutkan pekerjaan mereka dengan suku Indian Quichua. Itu adalah keinginan Jim untuk dapat mencapai suku Waodoni yang tinggal jauh di dalam hutan dan memiliki sedikit kontak dengan dunia luar. Seorang wanita Waodoni yang telah meninggalkan suku itu diambil oleh para misionaris dan membantu mereka untuk belajar bahasa.

Jim, bersama dengan Pete, Ed McCully, Roger Youderian, dan pilot mereka Nate Saint mulai mencari pesawat dengan harapan menemukan cara untuk menghubungi Waodoni. Mereka menemukan gundukan pasir di tengah Sungai Curaray yang berfungsi sebagai landasan pendaratan untuk pesawat dan di sanalah mereka pertama kali melakukan kontak dengan Waodoni. Mereka gembira akhirnya dapat mencoba berbagi kasih Kristus dengan kelompok orang ini.

Setelah pertemuan pertama mereka, salah satu suku, seorang pria yang mereka panggil George berbohong kepada suku tentang niat laki-laki. Kebohongan ini membuat para prajurit Waodoni merencanakan serangan ketika para misionaris kembali. Orang-orang itu kembali pada tanggal 8 Januari 1956 dan dikejutkan oleh sepuluh anggota suku yang membantai para misionaris.

Kehidupan singkat Jim yang dipenuhi dengan keinginan untuk berbagi kasih Tuhan dapat disimpulkan oleh kutipan yang diberikan kepadanya. "Dia bukan orang bodoh yang memberikan apa yang tidak bisa dia pertahankan, untuk mendapatkan apa yang dia tidak bisa kehilangan."

Read More..

TUNDUKAN PIKIRAN MANUSIA ( Khotbah Ev. Drg. Yusak Tjipto )

Khotbah Tundukan Pikiran Manusia ( Bagian 1 )

Khotbah Tundukan Pikiran Manusia ( Bagian 2 )


Read More..

Selasa, 17 Juli 2018

HIDUP DI MASA AKHIR JAMAN (Khotbah Ev. Drg. Yusak Tjipto)


Bagian 1 (click pada video untuk menyaksikan)

Bagian 2 (click pada video untuk menyaksikan)

Bagian 3 (click pada video untuk menyaksikan)

Bagian 4 (click pada video untuk menyaksikan)



Read More..

Selasa, 12 Juni 2018

TINGGAL DI DALAM KEDALAMAN BERSAMA DENGAN TUHAN YESUS (KHOTBAH EV. DRG. YUSAK TJIPTO)

Ev. Drg. Yusak Tjipto - Kedalaman Bersama Tuhan (1)


Ev. Drg. Yusak Tjipto - Kedalaman Bersama Tuhan (2)




Ev. Drg. Yusak Tjipto - Kedalaman Bersama Tuhan (3)



Ev. Drg. Yusak Tjipto - Kedalaman Bersama Tuhan (4)


Read More..

BERGAUL KARIB DENGAN TUHAN, KHOTBAH EV. YUSAK TJIPTO

BERGAUL KARIB DENGAN TUHAN BAGIAN 1
BERGAUL KARIB DENGAN TUHAN BAGIAN 2
BERGAUL KARIB DENGAN TUHAN BAGIAN 3
BERGAUL KARIB DENGAN TUHAN BAGIAN 4

Read More..

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...