Christian Books

Kamis, 05 Januari 2017

PROFESSOR SEJARAH ISLAM UNIVERSITAS AL-AZHAR KAIRO MARK A. GABRIEL PHD. MENGIKUT YESUS



Video Prof. Mark Gabriel PhD Menjelaskan Tentang Islam dan Kristen 
LATAR BELAKANG SAYA
Tumbuh Dalam Islam Pada suatu hari yang indah di musim dingin di Mesir, udara terasa sangat dingin, dan matahari bersinar terang. Saya baru saja menyelesaikan sarapan di rumah dimana saya tinggal bersama bapak, ibu, adik, kakak, kakek, dan paman. Saya berusia lima tahun waktu itu, tetapi saya ingat hari itu secara jelas. Paman berkata kepada saya, ”Kita akan membaca Al-Quran secara bersama-sama. Sudahkah kamu mengambil Quranmu?” Segera saya mengambil sebuah buku tipis yang paman berikan pada saya. Itu bukanlah seluruh bagian Quran tapi hanya sepertiganya. Paman saya baru saja lulus dari kampus Islam paling terkenal di dunia, Al-Azhar di Kairo. Dalam usia ketiga puluh, dia sekarang adalah imam di masjid terbesar di daerah kami dan orang yang dihormati oleh semua Muslim saleh. Kami berjalan bergandengan tangan menyeberangi jalan ke kebun keluarga kami yang ditanami dengan anggur, buah ara dan pohon jeruk. Kebun itu berada setelah kanal dan saat kami duduk di pinggiran, kami dapat melihat pemancing, perahu dayung, dan petani membawa air untuk minum dan memandikan kerbau mereka. Pamanku mulai membaca. Kata-kata yang akrab karena saya sering mendengar kata-kata itu sepanjang hidup saya di masjid, radio, dan dari pembaca Quran yang kami bayar untuk datang ke rumah kami. Paman saya membaca ayat pertama dari bab terakhir dari Quran, kemudian dia meminta saya untuk mengulanginya kembali. Kemudian, saya melakukannya. Kemudian dia memperbaiki pengucapan saya dalam bahasa Arab klasik dan meminta saya untuk mengulanginya kembali. Saya melakukannya. Kami melakukannya beberapa kali sampai saya mengingat ayat ini secara sempurna. Lalu kami menuju ayat yang kedua. Kami menghafal tiga sampai empat ayat dengan cara ini. Kemudian kami dihentikan seseorang. Orang selalu ingin bertanya kepada paman saya mengenai iman dan hukum Islam karena ia adalah salah satu dari sedikit sarjana yang tinggal di daerah kami. Saat saya menunggunya, saya bermain air di pinggir sungai. Kemudian dia memanggil saya, ”Kembali ke ibumu dan minta dia menyiapkan kamu untuk pergi ke masjid.” Saya berlari kembali ke rumah saya, dan saat saya sampai di pintu depan, saya mendengar kakek saya memanggil, ”Kemari, kemari” dari kamarnya. Kakek saya sudah berusia 80 tahun dan menjadi buta. Saya sangat menyayangi dia, saya berlari ke kamarnya dan mencium tangannya saat dia berbaring di tempat tidurnya. Lalu saya melompat ke tempat tidur dan memeluknya. Ia berkata, ”Katakan kepada saya apakah kamu sudah membaca Quran?” Saya menjawab, ”Iya.” Dia berkata, ”Ucapkan kepada saya.” Dan saya melakukannya. Dia sangat senang mendengarnya. ”Anak muda,” dia berkata, ”Saya mengucap syukur kepada Allah untukmu. Kamu akan mengingat seluruh Al-Quran. Kamu akan menjadi cahaya di rumah kita. Saya mengangguk dan kemudian keluar dari kamar dan bersiap ke masjid. Hari itu adalah hari Jumat, hari khusus dalam Islam saat khotbah diberitakan di masjid. Ibu saya membantu memakaikan baju putih dan peci – pakaian tradisional kami untuk pergi ke masjid, Setelah paman saya siap, kami berjalan setengah mil ke masjid  bersama sekeluarga. Paman saya memberikan khotbah. Ayah saya, kakak saya, dan saya duduk di barisan depan laki-laki. Ibu saya, adik saya, dan saudara wanita saya duduk di belakang di bagian perempuan. Itu adalah yang saya ingat dari hari pertama saya membaca Al-Quran. 

JALAN HIDUP 
Dari hari itu dan seterusnya, paman saya menjadi pembimbing saya. Dia mengajar saya hampir setiap hari. Saat berusia enam tahun, dia mengirim saya ke sekolah dasar Al-Azhar. Ada 50 sekolah dasar di provinsi kami. Tetapi, hanya ada satu sekolah dasar Al-Azhar. Ini adalah sekolah elit yang fokus kepada ajaran agama Islam. Tidak ada satupun dari saudara saya yang bersekolah di sini, tetapi tidak ada yang iri atau marah tentang hal ini. Mereka hanya bangga dan merayakan apa yang saya capai. Orang mulai memanggil saya ”Kyai kecil”. Saya mengingat lebih dari apa yang diminta sekolah. Akibat dari apa yang paman saya lakukan bersama saya untuk mengingat seluruh isi Al-Quran (yang hampir sama panjangnya dengan isi Perjanjian Baru) pada usia muda. Hampir setiap pagi, saya pergi bersama ayah dan paman saya untuk melakukan doa pagi di masjid, yang mulai pada pukul 03.30, dan selesai sekitar pukul 04.30 (tergantung dari waktu tahun itu). Setelah doa, ayah dan paman saya biasanya pulang ke rumah untuk tidur dua jam lagi sebelum berangkat kerja. Saya biasanya tinggal di masjid dengan AlQuran saya. Sebelum saya memulai mengingat ayat baru, saya mencoba untuk mengingat ayat yang saya ingat dua hari yang lalu. Setelah saya yakin ingatan saya OK, saya mulai dengan ayat yang baru. Saya membaca ayat pertama dari sebuah bagian. Lalu saya menutup Al-Quran dan mengulangi ayat sembari berjalan dari ujung ke ujung dari masjid. Saat saya selesai dengan ayat pertama, saya membuka Al-Quran saya dan mulai membaca ayat kedua. Saya terus melakukan ini sampai saya mengingatnya dengan baik. Saya sangat berhati-hati untuk menjaga apa yang saya pelajari, jadi saya menghabiskan dua atau tiga hari dalam sebulan untuk mengulang. Jika Anda bertanya kepada saya tentang apa yang saya ingat bulan lalu, itu semua ada di pikiran saya. 

SETELAH TUJUH TAHUN...
Paman tidak hanya membantu saya mengingat, tetapi dia juga memastikan bahasa Arab klasik – bahasa asli dari Al-Quran. Pembicara Arab rata-rata tidak bisa mengerti tipe bahasa ini dengan baik, dan mempelajari bahasa ini adalah bagian penting dari pendidikan agama. Selama tujuh tahun paman mengajari saya, ayat demi ayat dan bab demi bab. Saat saya berusia 12 tahun, saya telah selesai mengingat Quran. Menurut sistem belajar AlAzhar, saya tidak perlu mengingat Quran sampai saya menyelesaikan sarjana selama empat tahun di universitas. Jadi, saya yang masih sangat muda sudah dapat melakukannya. Tidak perlu dikatakan, keluarga saya sangat bahagia. Mereka mengadakan perayaan besar untuk seluruh kaum kami di sebuah aula yang besar yang dibangun untuk perayaan spesial kaum kami. Saya tidak akan pernah lupa, kakek saya yang buta ada di sana, memanggil saya, ”Anakku, dimana anakku?” Saya berlari kepadanya, dan dia hanya memeluk saya, ia meneteskan air mata dari wajahnya. Dapat mempelajari Al-Quran membuat saya memiliki porsi terhormat yang tidak biasa sebagai anak kecil. Orang memperlakukan saya sebagai orang suci karena saya membawa Kitab Suci di pikiran saya. Sejak saat itu, saya secara teratur membaca dan mengulang Al-Quran untuk meyakinkan saya tidak lupa pada apa yang sudah saya pelajari. 

SUKSES DAPAT BEASISWA 
Saat saya memasuki sekolah menengah atas Al-Azhar, salah satu tugas utama kami adalah menghafal bagian-bagian utama dari hadist. Banyak orang barat tidak tahu apa itu hadist, jadi ijinkan saya untuk menjelaskannya. Hadist, diucapkan ha-DEETH, adalah catatan dari pengajaran dan tindakan Muhammad. Catatan ini dicatat oleh murid-murid terdekatnya dan bahkan istriistrinya. Contoh, sebuah hadist dapat menggambarkan bagaimana Muhammad berdoa, bagaimana dia menyelesaikan pertikaian antara dua muslim, atau peristiwa yang terjadi selama peperangan. Beberapa hadist hanya satu kalimat panjangnya, sementara yang lainnya satu atau dua halaman. Biasanya, panjangnya sekitar tiga paragraf. Pengikut Muhammad sangat berdedikasi untuk menyimpan catatan mengenai apa yang dilakukan atau dikatakan oleh Muhammad. Terdapat lebih dari setengah juta hadist! (untuk informasi lebih lanjut, lihat Lampiran A). Tentu saja, tidak ada diantara kami yang harus menghafal semua hadist. Tapi sekolah memiliki beberapa hadist pilihan untuk diingat setiap semester. Pada hari pertama dari kelas hadist, guru akan membagikan buku berisi hadist yang harus kami hafalkan selama semester itu. Terdapat beberapa ratus hadist di setiap buku. Kami menghafal satu sampai tiga hadist per hari selama masa sekolah. Paman saya biasa mengajarkan saya untuk mengingat beberapa hadist tambahan, dan saya mengingat beberapa hadist lainnya untuk diri sendiri. Paman saya mengajarkan saya untuk berkhotbah di masjid, yang mulai saya lakukan dari waktu ke waktu walau saat saya masih di SMA. Setelah menyelesaikan SMA, saya telah menghafalkan kira-kira 500 sampai 600 hadist. Tidak perlu dikatakan, pendidikan agama di SMA dilakukan dengan cermat. Saat siswa lulus dari SMA Al-Azhar pada usia 18 tahun, mereka dapat memimpin doa dan mengajar di masjid tanpa pendidikan lebih lanjut. Saya adalah seorang Muslim yang taat pada waktu itu, hati saya hanya untuk mengikuti teladan Muhammad dalam apa yang saya lakukan. 

MEMASUKI UNIVERSITAS 
Setelah lulus SMA, kakak saya menyarankan saya untuk masuk di fakultas farmasi. Tapi, yang lainnya mendesak untuk melanjutkan ilmu agama saya. Jadi saya masuk ke Unversitas Al-Azhar di Kairo dan memilih belajar di fakultas bahasa Arab seperti paman saya – yang adalah pemimpin saya – lakukan sebelum saya. Siapa saja dari latar belakang Muslim pasti tahu Universitas Al-Azhar karena universitas itu adalah kampus paling terkenal di dunia Islam. Pengaruhnya susah digambarkan oleh orang barat karena tidak ada kampus di dunia barat dengan status yang sama. Kampusnya sangat besar – mencapai 90.000 mahasiswa pada kampus-kampus yang tersebar di seluruh Mesir. Luar biasa tua – Masjid Agung di Al-Azhar diselesaikan pada tahun 972 dan proses akademis dimulai tiga setengah tahun kemudian1 . Memiliki pengaruh yang luar biasa besar – dan media Islami menjulukinya sebagai ”otoritas Islam Sunni terbesar”. Saya selalu menikmati belajar sejarah, jadi saya memilih jurusan sejarah dan budaya Islam. Saya ingin belajar lebih mengenai kesabaran, keberanian, serta komitmen Muhammad dan pengikutnya yang sangat saya kagumi. Pada hari pertama pelajaran, saya menerima pengenalan mengejutkan dari model pengajaran yang akan saya terima. Sheikh yang mengajarkan pelajaran pertama hari itu adalah orang bertubuh pendek dengan kulit gelap, kumis tipis, dan berkacamata tebal. Dia mengatakan kepada kami, ”Saat saya mengatakan sesuatu, kamu harus menerimanya sebagai kebenaran. Saya tidak mengijinkan setiap bentuk diskusi. Apa yang tidak saya katakan, itu tidak layak dipelajari. Dengar dan taat, dan jangan bertanya satu pertanyaan pun.” Saya sangat terganggu dengan filosofi ini, dan saya berdiri untuk bicara. Sheikh segera menyadari hal tersebut karena saya duduk di baris kedua. Saya berkata, ”Tuan Sheikh, bagaimana bisa mengajar tanpa pertanyaan?” ”Dari mana engkau berasal, anak muda?” dia bertanya. ”Dari Mesir.” saya menjawab, lupa bahwa saya jelas sekali adalah seorang Mesir. ”Aku tahu – tapi dari mananya Mesir?” Saya menyebutkan nama kota saya, lalu ia menjawab dengan pedas, ”Jadi, kamu adalah orang tolol!” Dia mengatakan begitu karena orang dari daerah saya selalu melihat ke bawah. Saya menjawab, ”Ya, saya pasti seekor keledai yang meninggalkan rumah saya untuk datang ke sini dan dihina!” Kelas menjadi sunyi. Saya bangun dari kursi saya dan menuju pintu untuk meninggalkan ruangan. Sheikh berteriak kepada saya, ”Stop! Kamu binatang! Siapa namamu?” ”Tidaklah pantas bagi saya untuk memberitahu kamu.” kata saya dengan dingin. Saat itu Sheikh menjadi sangat marah dan membuat saya keluar dari kampus dan mendepak saya ke jalanan. Saya meninggalkan ruangan dan menuju ke dekan fakultas. Saya memberitahu dia apa yang terjadi. Setelah Sheikh tersebut selesai mengajar, dekan memanggil dia ke kantornya. Dekan dengan ahli menyakinkan Sheikh untuk memaafkan saya, dan dia juga membujuk saya untuk lebih toleran kepada Sheikh. ”Terima dia sebagai figur ayah.” Dia berkata, ”Dia hanya bermaksud untuk mengoreksi kamu, bukan untuk menghina kamu.”  Kejadian itu memperkenalkan kepada saya cara untuk diam dan penundukan yang diharuskan di universitas. Cara belajar kami adalah membaca buku yang ditulis ilmuwan besar Islam, baik modern maupun kuno. Lalu kami membuat daftar dari poin-poin kunci dari setiap buku dan menghafal poin-poin itu. Kami harus mengambil tes tertulis untuk setiap kelas, dan beberapa dosen akan meminta sebuah laporan. Saya juga membaca literatur Arab tambahan serta puisi untuk kesenangan pribadi. Walaupun saya sudah tahu, saya sering bertanya kepada profesor apa yang tidak mereka sukai. 

TERLALU BANYAK PERTANYAAN 
Sebagai contoh, saya bertanya kepada seorang profesor, ”Mengapa Muhammad memberitahu kita untuk hidup damai dengan orang Kristen, lalu ia menyuruh kita untuk membunuh mereka?” Profesor itu menjawab, ”Apa yang Nabi katakan kepadamu, lakukanlah. Apa yang ia larang, jangan kamu lakukan. Saat ia membolehkan, kamu boleh melakukannya. Kamu bukan Muslim sejati jika kamu tidak tunduk pada perkataan Muhammad.” Saya bertanya kepada profesor yang lain. ”Mengapa Nabi Muhammad boleh menikahi 13 wanita, dan kita diperintahkan tidak boleh menikah lebih dari 4? Al-Quran berkata Muhammad hanyalah orang biasa, mengapa ia mempunyai hak ekstra?” Profesor itu menjawab, ”Tidak. Jika kamu lihat dengan seksama, kamu akan melihat Allah memberikan kamu hak lebih dari Nabi itu sendiri. Allah mengijinkan kamu menikah tidak lebih dari empat, tapi kamu dapat bercerai. Jadi kamu dapat menikah empat kali pada hari ini, dan bercerai dengan mereka besok, dan menikahi empat lagi yang lain. Jadi kamu dapat memiliki jumlah istri tak terhingga.” Bagi saya, ini adalah jawaban tidak logis. Khususnya karena ajaran Islam mengindikasikan Muhammad juga punya hak untuk bercerai. Muhammad memiliki banyak masalah dengan istrinya pada suatu waktu dan mengancam untuk menceraikan mereka semua. Saya juga pernah bertanya kepada Sheikh Omar Abdel Rahman, yang terkenal karena menjadi otak di balik serangan bom WTC pada tahun 1993. Saat saya di AlAzhar, dia adalah profesor di kelas interpretasi Quran. Ia memberikan kepada kami kesempatan untuk bertanya, jadi saya berdiri di depan 500 siswa dan bertanya, ”Mengapa anda mengajarkan kami semua sepanjang waktu mengenai jihad? Bagaimana tentang ayat lain di Quran mengenai kasih, damai, dan pengampunan?” Wajahnya langsung berubah menjadi merah dan saya dapat melihat kemarahannya, tapi saya juga melihat bahwa ia memilih untuk mengontrol emosinya. Alih-alih berteriak kepada saya, dia mengambil kesempatan untuk memperbaiki posisinya. ”Saudaraku,” dia berkata, ”Ada sebuah surat bernama ’Rampasan Perang’. Tidak ada surat disebut ’damai’. Jihad dan pembunuhan adalah kepala dari Islam. Jika kamu memisahkannya, kamu memotong kepala dari Islam.” Jawaban yang saya terima darinya dan dari profesor lain tidak memuaskan saya. Beberapa orang menjuluki saya si pembuat onar, tetapi yang lain yang toleran, percaya bahwa saya tulus ingin belajar. Pada saat yang bersamaan, saya melampaui pendidikan saya. Setelah empat tahun, saya lulus dengan predikat terbaik kedua di kelas dari 600 orang mahasiswa. Peringkat ini berdasarkan dari tes lisan dan menulis yang diberikan di setiap akhir tahun pelajaran. Tes lisan fokus pada mengingat Al-Quran dan hadist, dan tes tertulis meliputi subjek yang kami pelajari di kelas. Setiap tahunnya, Anda bisa mendapatkan 1.500 poin. 

GELAR S2 DAN MENGAJAR
Sebelum saya dapat melanjutkan studi S2 saya, saya menghabiskan wajib militer di angkatan bersenjata. Setelah selesai, saya melanjutkan ke Al-Azhar, pada titik ini saya memutuskan tidak ada profesor atau sheikh yang dapat menjawab pertanyaan saya. Saya harus mencari jawabannya sendiri. Melakukan penelitian thesis S2 saya adalah kesempatan yang sempurna untuk itu. Saya tidak diberitahu siapapun apa yang harus saya baca, jadi saya harus mencari materi yang luas tentang Islam. Alih-alih menemukan, bagaimanapun saya lebih kecewa dengan Islam tanpa pernyataan yang dilebih-lebihkan; saya dapat menceritakan bahwa sejarah Islam adalah kisah yang penuh kekerasan dan pertumpahan darah dari saat Muhammad sampai saat ini. Saat saya melihat pengajaran dari Muhammad dan Quran, saya dapat melihat saya berkembang dengan cara ini. Saya berfikir, bagaimana Tuhan dapat mengampuni penghancuran kehidupan manusia sedemikian buruknya? Tapi saya menyimpan pertanyaan ini untuk diri saya sendiri. Thesis S2 saya menghasilkan sedikit kegemparan. Saya mengekang diri saya untuk mempertanyakan pertanyaan tentang Islam. Tapi saya menyentuh isu kontroversi mengenai model pemerintahan dari semua negara Islam seharusnya. Pemerintah Mesir menyukai ide saya dan mengatur penyiaran langsung dari thesis saya yang didukung oleh Al-Quran di radio nasional. Dari luar, saya tampak begitu sukses. Pihak universitas meminta saya mengajar di bidang keahlian saya – sejarah dan budaya Islam. Saat berusia 28 tahun saya adalah salah satu dari dosen termuda yang mereka miliki. Saya juga memimpin doa dan mengajar di sebuah masjid di pinggiran Kairo. Bagaimanapun juga, di dalam hati saya masih mencari jawaban yang sesungguhnya. Pada titik ini, saya tidak dapat mengontrol hidup saya lagi. Saya tidak dapat berhenti dan mencari pekerjaan lain. Kampus, keluarga saya, komunitas saya akan bertanya mengapa kamu akan melakukan ini? Tidak logis untuk meninggalkan semua pekerjaan ini. Saya tidak punya jalan untuk pergi melainkan melanjutkan perjalanan ini. Saya mulai melanjutkan studi S3 saya.  

MENINGGALKAN UNIVERSITAS
Saya menghabiskan dua tahun untuk melakukan penelitian S3. Sementara waktu itu saya memiliki dua kewajiban utama. Saya mengajar baik untuk Universitas Al-Azhar di Kairo dan di Universitas Islam lain diseluruh Timur Tengah. Selain itu saya juga adalah pemimpin sebuah masjid kecil. Saya memimpin doa pertama, keempat dan kelima setiap hari. Dan pada hari Jumat saya memberikan khotbah dan memimpin doa sepanjang hari. Saya suka mengajar dan bicara pada para mahasiswa. Setelah beberapa saat saya memulai cara baru dalam mengajar: saya mengijinkan debat, dan saya membiarkan mahasiswa mengajukan pertanyaan. Hal ini adalah suatu hal yang berbahaya untuk dilakukan. Sebagai contoh, saat saya mengajarkan tentang pemimpin awal dinasti Islam, kami sampai pada kisah Muawiya (Moo-uh-WEE-Yuh) dan anaknya, isi dari thesis S2 saya. Muawiya adalah salah satu orang yang menuliskan wahyu Quran untuk Muhammad – yang tidak dapat membaca dan menulis. Dia menjadi pemimpin ke lima dari pemimpin dunia Islam setelah Muhammad. Sebelum meninggal, dia menyarankan anaknya untuk memburu dan membunuh empat orang tertentu yang dapat mengancam kapasitas anaknya menjadi pemimpin Islam berikutnya. Anaknya menuruti sarannya; lebih jauh ia membunuh cucu Muhammad untuk mengamankan posisinya. Saya berkata pada para mahasiswa, ”Mari lihat sudut pandang Tuhan pada situasi ini, kita perlu melihat secara belas kasihan dan kasih pada situasi ini.” Saya ingin membentuk semangat baru dari kelas ini. Saya tidak diijinkan melakukan ini saat saya masih menjadi mahasiswa. Saya mau mereka berpikir bebas dan menggunakan intelektual mereka tanpa takut adanya penolakan. Kebanyakan mahasiswa memiliki keinginan untuk berpikir kritis, seorang bertanya, ”Apakah hadist itu benar? Mungkin Yahudi yang membuatnya.” Saya membawanya melihat sumbernya dan menjawab, ”Itu asli, tidak palsu.” Jadi mereka hanya memiliki dugaan mengenai pertanyaan itu. Tapi mahasiwa radikal merasa saya menuduh Islam. ”Allah mengampuni kamu!” teriak mereka. ”Kamu adalah profesor kami. Ajari kami mengenai Islam. Kamu membuat kami bingung.” Mahasiswa ini pergi ke pimpinan universitas dan berkata, ”Profesor ini berbahaya. Kita tidak tahu apakah ia masih seorang muslim atau telah murtad.” Al-Azhar memiliki ketakutan yang besar terhadap pengaruh asing yang masuk dari dalam. Kepala departemen memanggil saya untuk menemuinya. Saya berpikir universitas mungkin telah berfikir jelek terhadap saya. Tapi saya juga berfikir profesor ini kenal saya, mereka tahu hati saya dan keinginan saya untuk belajar. Mereka juga tahu pertanyaan saya tidak ada yang baru. Dalam pertemuan kami, kepala departemen mengetahui perkembangan pemikiran saya. Ia menjadi takut. ”Anakku,” ia berkata, ”kita tidak dapat berhadapan dengan isu ini dengan cara ini. Ada panduan dan kita harus tunduk. Kita tidak boleh berpikir lebih dari nabi atau Allah itu sendiri. Saat kamu bingung, katakan, ’hanya Allah dan nabinya tahu kebenaran.’ Pegang ini, dan teruskan hidupmu.” Tapi ia sadar saya perlu berhadapan dengan masalah ini. 18 Saya kemudian dipanggil pada pertemuan lainnya dengan komite universitas untuk pelaksanaan kebijakan. Awalnya pertemuan berjalan lancar. Mereka tidak mau saya keluar dari universitas dan mengkritik Islam. Pada awalnya, mereka menujukkan pengendalian. Mereka bertanya mengenai hidup saya, rumah dan keluarga. Lalu mereka bicara mengenai kelas dan siswa. Akhirnya mereka menegur saya, ”Mengapa kamu bertanya seperti itu? Tidak tahukah kamu bahwa kamu harus melakukan hal ini seperti yang telah kita pelajari? Kamu tahu banyak hal, tapi tidak penting berapa banyak yang kita tahu, kita akan jauh dari kebenaran. Harap tertib. Bicara mengenai apa yang kamu ketahui. Saat kamu bergumul, katakan ”Allah dan nabinya tahu.” Mereka bertanya, ”Apakah kamu belajar Pedang di leher orang yang tidak percaya? Seperti yang kami minta? Ini adalah buku yang memanggil semua Muslim untuk menerima pengajaran Muhammad tanpa bertanya.” Saya menjawab, ”Saya sudah membacanya sering kali, saya hampir menghafalnya seperti Quran.” Pada titik ini, saya sudah memilih. Saya tidak dapat lagi menyangkal setiap kesalahan, setuju untuk mengajar dengan cara tradisional, dan semua akan baik-baik saja. Alih-alih saya mengatakan kepada mereka apa yang sebenarnya saya pikirkan, saya menjawab, ”Dengar, apa yang saya katakan pada kalian sekarang bukan karena saya ingin menuduh Islam atau sang nabi. Saya percaya ini kuat di dalam hati saya. Kamu semua kenal saya. Kamu mengasihi saya. Tolong jangan tuduh saya. Hanya tolong bantu saya dan jawab pertanyaan saya. ”Kita mengatakan Quran langsung dari Allah, tapi saya ragu itu, saya lihat itu adalah pemikiran manusia, bukan kata-kata sebenarnya dari Tuhan.” Suasana pertemuan berubah. Seorang pria berubah marah, dia bangun dari kursinya, berdiri di depan saya, dan berkata, ”Kamu penghujat!” dia membentak. ”Saya bersumpah, ibumu adalah bajingan!” Saya bisa lihat di wajahnya, jika saja saat itu tidak dalam pertemuan dengan banyak orang, dia pasti sudah membunuh saya. ”Keluar.” perintahnya. Saya berdiri dan keluar. Pada saat itu seluruh tubuh saya bergetar, dan saya berkeringat. Saya khawatir. Akankah mereka membunuh saya? Bagaimana? Kapan? Siapa? Apakah keluarga saya yang akan melakukannya? Orang dari masjid saya? Mahasiswa saya? Ini adalah saat paling mengerikan dalam hidup saya. Saya meninggalkan pertemuan dan kembali ke rumah. Saya tidak mengatakan sesuatu kepada keluarga saya mengenai apa yang terjadi., tapi mereka bisa melihat saya sedih tentang sesuatu. Saya tidur lebih awal malam itu. 

PERJALANAN KE PENJARA 
Jam tiga pagi di hari berikutnya, ayah saya mendengar ketukan di pintu rumah kami. Saat ia membuka pintu, 15 atau 20 orang pria masuk membawa senjata Kalashnikov Rusia. Mereka berlari ke atas, dan ke seluruh kamar, membangunkan orang dan mencari saya. Salah seorang dari mereka menemukan saya tidur di kamar. Seluruh keluarga kami bangun, meratap dan ketakutan, saat orang-orang itu menyeret saya keluar dari pintu depan dan medorong saya duduk di belakang mobil dan mengemudikan mobil menjauh. Saya kaget, tapi saya sadar ini adalah hasil dari apa yang terjadi di universitas hari sebelumnya. Saya dibawa ke suatu tempat seperti penjara. Dimana saya ditaruh di sel beton bersama tahanan lainnya. Pagi harinya orang tua saya dalam keadaan ketakutan mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada saya di kantor polisi. Segera mereka tiba di kantor polisi dan bertanya, ”Dimana anak kami?” Tapi tidak ada yang tahu sesuatu tentang saya. Saya berada di tangan polisi rahasia Mesir. 

DITUDUH MENJADI KRISTEN 
Selama tiga hari penjaga tidak memberi saya makan dan minum. Pada hari keempat interogasi dimulai. Selama empat hari kedepan tujuan dari polisi rahasia adalah untuk membuat saya mengaku telah meninggalkan Islam dan menjelaskan bagaimana itu bisa terjadi. Pola mereka ialah membiarkan saya sendiri pada siang hari dan membawa saya keluar sel pada malam hari untuk interogasi. Malam pertama pertanyaan dimulai di ruangan dengan meja besar. Sang interogator duduk di belakang meja dengan rokok di tangan, dan saya duduk di sisi lainnya. Dia yakin saya sudah murtad menjadi Kristen. Jadi dia terus mendesak saya, ”Dengan pastor siapa kamu bicara? Gereja apa yang kamu kunjungi? Mengapa kamu mengkhianati Islam?” Dia melakukan lebih dari sekedar bicara. Saya memiliki luka bekas terbakar di tangan, lengan dan wajah yang berasal dari rokok dan korek apinya. Dia ingin saya mengaku telah murtad, tapi saya berkata, ”Saya tidak mengkhianati Islam. Saya hanya mengatakan apa yang saya percayai. Saya seorang pria terdidik, seorang pemikir, saya punya hak untuk berdiskusi tentang apapun dari Islam. Ini adalah bagian dari tugas dan kehidupan akademis saya. Saya tidak punya mimpi murtad dari Islam – itu ada di dalam darah saya, budaya saya, bahasa saya, keluarga saya dan hidup saya. Tapi jika kamu menuduh saya murtad dari Islam karena apa yang saya katakan padamu, maka bawa saya keluar dari Islam. Saya tidak keberatan keluar dari Islam.” Penjaga menarik saya dan membawa saya kembali ke sel untuk sehari. Teman satu sel saya yang berpikir saya sedang dihukum karena menjadi Islamacist, memberikan sebagian makanan dan minumannya. Malam berikutnya saya dibawa ke kamar dengan ranjang besi di dalamnya. Penjaga selalu menyumpah dan menghina saya, mencoba mendapatkan pengakuan dari saya. Mereka mengikat saya di ranjang dan memukuli kaki saya dengan cambuk sampai saya kehilangan kesadaran. Saat saya sadar, mereka membawa saya ke dalam tangki kecil berisi es – air dingin. Mereka memaksa saya masuk kedalamnya, dan tidak lama kemudian akhirnya saya tidak sadar lagi. Saat saya bangun saya sudah terbaring kembali di ranjang dimana mereka memukul saya, masih dengan pakaian basah. Saya menghabiskan hari lainnya di sel dan pada sore berikutnya saya dibawa keluar belakang gedung. Saya melihat sel beton kecil tanpa pintu dan jendela. Satu-satunya jalan masuk ialah atap diatasnya. Penjaga memaksa saya memanjat tangga untuk sampai diatas dan memerintahkan saya, ”Masuk.” Saya meluncur masuk ke dalam dan merasakan air di seluruh badan. Tapi saya terkejut, kaki saya menginjak permukaan padat. Air hanya sampai sebatas bahu saya. Lalu saya melihat sesuatu berenang di air – tikus. ”Pria ini adalah pemikir muslim.” mereka berkata. ”Jadi kami akan membiarkan tikus memakan kepalanya.” Mereka lalu menutup atap, dan saya tidak dapat melihat apapun. Saya berdiri di tengah air dan menunggu dalam gelap. Menit berlalu, dan jam-jam berlalu. Besok paginya penjaga datang untuk melihat apakah saya masih hidup. Saya tidak akan melupakan pemandangan matahari saat atap dibuka. Sepanjang malam tikus-tikus berjalan di sekujur bahu dan kepala saya. Tapi tidak ada satupun yang menggigit saya. Penjaga lalu membawa saya kembali ke sel dengan muak. Malam terakhir penjaga membawa saya ke sebuah pintu dari ruangan kecil dan berkata, ”Ada seseorang yang sangat mengasihimu dan ingin bertemu denganmu.” Saya berharap itu adalah salah satu anggota keluarga saya atau teman yang mengunjungi untuk mengeluarkan saya dari penjara. Mereka membuka pintu ruangan itu, dan di dalamnya saya melihat seekor anjing besar dan tidak ada yang lain di sana. Mereka lalu mendorong saya dan menutup pintunya. Di dalam hati saya menangis kepada Pencipta saya. ”Kamulah Tuhanku, Kamu yang menjagaku, bagaimana bisa Kau membiarkan aku ada di tangan yang jahat? Aku tidak tahu apa yang orang coba perbuat padaku, tapi aku tahu Kau selalu besertaku, dan suatu hari aku akan melihatMu dan bertemu dengan Engkau.” Saya berjalan ke tengah ruangan kosong dan perlahan duduk bersila. Anjing itu menghampiri dan duduk di depan saya. Beberapa menit lamanya anjing itu memperhatikan saya. Anjing itu kemudian bangun dan mulai berjalan mengelilingi saya, seperti binatang hendak makan sesuatu. Lalu ia datang di sisi kanan saya, menjilati telinga saya dan duduk. Saya sangat lelah. Setelah anjing itu duduk beberapa saat, saya tertidur. Saat saya bangun, anjing itu berada di sudut ruangan. Dia berlari mendekat dan duduk di kanan saya lagi. Saat penjaga membuka pintu, mereka melihat saya sedang sholat, dengan anjing duduk di sebelah saya. Mereka mulai sangat bingung tentang saya. Itu adalah hari terakhir pemeriksaan. Saya dipindahkan ke penjara permanen. Pada titik ini, di hati saya, saya menolak Islam sepenuhnya. Selama waktu itu keluarga saya mencoba mencari saya. Sampai kakak ibu saya, yang merupakan orang penting di parlemen Mesir, kembali dari perjalanan luar negeri. Ibu saya menelpon dia, menangis ”Selama dua minggu, kami tidak tahu dimana anak kami, dia hilang.” Paman saya punya kenalan yang tepat. 15 hari setelah saya diculik, dia datang sendiri ke penjara dengan surat pelepasan dan membawa saya ke rumah. 

PERUBAHAN KECIL 
Beberapa orang mungkin berkata, ”Tidak heran orang ini meninggalkan Islam, dia sedih karena telah disiksa oleh muslim.” Ya itu benar. Saat saya disiksa atas nama melindungi Islam, saya tidak membuat perbedaan antara muslim dan pengajaran Islam. Jadi penyiksaan adalah dorongan terakhir yang memisahkan saya dari Islam. Tapi faktanya, saya telah mempertanyakan Islam selama bertahun-tahun sebelum di penjara. Pertanyaan saya bukan berdasarkan kelakuan muslim, tapi tindakan Muhammad dan pengikutnya dalam pengajaran Quran. Berada di penjara hanya mendorong saya sedikit lebih cepat kemana saya sudah melangkah. Saya pulang kembali ke rumah orang tua saya untuk memikirkan apa yang akan saya lakukan selanjutnya. Lalu polisi itu memberi ayah saya laporan: Kami telah menerima sebuah fax dari Universitas Al-Azhar yang menuduh anakmu meninggalkan Islam. Tapi setelah pemeriksaan selama 15 hari kami tidak menemukan bukti yang mendukung itu. Ayah saya lega mendengar itu. Dia tidak pernah bermimpi anaknya meninggalkan Islam. Dan saya tidak menceritakan perasaan saya yang sesungguhnya. Dia menghubungkan semua kejadian itu sebagai dampak buruk dari beasiswa saya kepada sebagian orang di universitas yang mungkin iri hati. Saya meyakinkannya untuk percaya itu. ”Kita tidak butuh mereka,” katanya. Dan ia meminta saya untuk segera mulai bekerja sebagai direktur penjualan untuk pabriknya. Dia tidak pernah mengerti kegelisahan dalam hati saya.

HARI AKU MELIHAT YESUS DAN MUHAMMAD BERDAMPINGAN
Waktu itu saatnya doa pagi (sekitar jam tiga pagi), dan saya dapat mendengar suara orang rumah bangun untuk bersiap. Saya juga ikut bangun, tapi tidak berniat meninggalkan kamar saya. Sudah beberapa bulan berlalu sejak saya lepas dari penjara, dan saya tidak berdoa di masjid lagi. Alih-alih pergi ke masjid, saya duduk di tempat tidur, atau di meja, berdoa agar Tuhan yang sejati menyatakan diriNya pada saya, Tuhan yang membuat saya tetap hidup di penjara. Terkadang saya tidak tahu harus berdoa apa, saya hanya duduk dan menangis. Kenangan dari penjara kerap datang kembali ke pikiran saya. Ibu saya mengetuk pintu dengan lembut. ”Apakah kamu akan ke masjid hari ini?” dia bertanya. ”Tidak,” saya berkata. ”Aku tidak mau bertemu siapapun.” Dalam adat istiadat Islam, jika kamu berdoa di dalam kamar, imanmu tidak akan dipertanyakan karena kamu masih berdoa kepada Allah, yang artinya kamu masih seorang Muslim. Keluarga saya berpikir saya hanya memerlukan waktu untuk membaik. Mereka berpikir saya hanya tidak mau berada diantara banyak orang. 

PERGUMULAN DALAM DIRIKU 
Saya keluar dari penjara dengan rasa marah pada Islam, tapi yakin pada kekuatan yang mahakuasa yang membuat saya tetap hidup. Tiap hari, dahagaku untuk menemukan Tuhan ini meningkat. Setiap hari saya bertanya pada diri sendiri, siapakah Tuhan ini? Saya tidak pernah berpikir Tuhan dari orang Kristen atau Yahudi. Kenapa? Saya masih terpengaruh oleh Quran dan pengajaran Muhammad. Quran mengatakan orang Kristen menyembah tiga tuhan – Allah Bapa, Yesus, dan Maria ibu Yesus. Saya masih mencari satu Tuhan sejati, bukan tiga. Dan Quran berkata bahwa Yahudi adalah orang jahat kerena merubah kitab suci. Jadi saya tidak melihat ke Tuhan mereka. Ini memaksa saya melihat agama dari timur jauh – Hindu dan Budha. Saya sudah belajar tentang agama ini saat melakukan studi S1 saya, dan saya masih menemukan banyak buku untuk mempelajari tentang mereka. Apakah dia Tuhan dari Hindu? Saya berpikir. Apakah dia Tuhan dari Budha? Setelah penelusuran saya, saya menyimpulkan, Tidak. Saat saya ingin berpikir, saya akan duduk di pinggiran kanal dan melihat ke air. Air, tanaman hijau, langit, alam – ini memberikan saya harapan pada sebuah jawaban dari pertanyaan saya. Setiap hari setelah bekerja dengan ayah saya, saya kembali ke rumah dan makan malam dengan ibu, ayah, dan dua adik laki-laki yang belum menikah. Setelah makan malam pada hari Kamis, sudah menjadi kebiasaan bagi saya untuk menceritakan kisah dari hadist, yang sangat disukai oleh adik saya. Saya berhenti melakukan semua ini setelah saya keluar dari penjara. Adik saya selalu bertanya, ”Kenapa kamu tidak menceritakan pada kami kisah-kisah lagi?” Setelah menyelesaikan makan malam, saya pergi keluar untuk menghabiskan waktu bersama teman. Kadang saya duduk di kafe, memainkan domino atau catur. Kadang saya menonton olah raga di tv. Kadang kami berjalan di pinggiran Sungai Nil. Saya akan kembali ke rumah setelah merasa lelah sekitar jam sebelas malam atau tengah malam. Saat saya sendirian, saya seperti orang paling tidak punya harapan di dunia karena saya belum menemukan siapa itu Tuhan. Saya menghabiskan satu atau dua jam tiap malam mencoba untuk tidur. Lalu saya bangun lebih awal seperti biasa. Tubuh saya sangat lelah. Saya mulai terkena sakit kepala berat. Saya beberapa kali pergi ke dokter untuk scan otak. Sepanjang waktu, sakit kepala itu tidak menghentikan saya dari pekerjaan dan aktivitas saya. Jika saya sibuk, saya dapat melupakannya. Tapi jika saya sendirian pada malam hari, mencoba untuk tidur, sakitnya sangat kuat. Dokter meresepkan analgesik yang harus saya minum setiap malam. 

RESEP BARU 
Saya mengalami hal ini sekitar setahun. Suatu hari sakit kepalanya sangat berat, jadi saya pergi ke apotik untuk mendapatkan obat lagi. Seperti kebanyakan apoteker di Mesir, dia (wanita) adalah seorang Kristen. Saya sudah sering bertemu dengannya untuk waktu yang lama, jadi saya nyaman berbicara padanya. Saya mulai mengeluh, ”Obat-obatan ini tak lagi bekerja seperti dulu!” Dia menjawab, ”Kamu berada pada titik yang berbahaya. Kamu mulai ketagihan pada obat-obat ini. Kamu tidak hanya meminumnya untuk rasa sakit. Kamu meminumnya karena tidak dapat berhenti.” Dia bertanya dengan lembut, ”Apa yang terjadi pada hidupmu?” Dia tahu keluarga saya cukup terhormat dan saya lulus dari Al-Azhar. Saya mengatakan padanya saya mencari sesosok Tuhan. Dia terkejut. ”Bagaimana dengan tuhan dan agamamu?” dia berkata. Lalu saya menceritakan padanya kisah saya. Dia mengambil sebuah buku dari bawah konter dan mengatakan perlahan, ”Saya akan memberikan kepadamu buku ini. Sebelum kamu minum obatmu malam ini, cobalah membacanya sedikit. Lihat bagaimana hasilnya.” Saya mengambil tablet di satu tangan dan buku di tangan lain. Itu adalah buku dengan kulit hitam dengan tulisan ”Kitab Suci” dalam bahasa Arab di depannya. ”OK. Aku akan mencobanya”. Saya keluar dari toko dan membawa buku dengan membalik sampulnya menghadap tubuh saya sehingga namanya tidak kelihatan. Lalu saya berjalan kembali ke rumah dan masuk ke kamar saya. Itu adalah pertama kali dalam hidup saya membawa sebuah Alkitab. Usia saya 35 tahun waktu itu. 

MEMBACA ALKITAB 
Itu adalah malam pada musim panas, sekitar jam sepuluh malam. Sakit kepala saya begitu berat, tapi saya tidak meminum obat. Saya menaruh mereka di meja, dan saya melihat kearah Alkitab. Saya tidak tahu harus memulai darimana, jadi saya hanya membiarkannya terbuka. Ini adalah Alkitab kepunyaan apoteker itu, dan saya mengetahuinya dari catatan di lembar Alkitab. Halaman yang terbuka adalah Matius 5. Saya mulai membaca khotbah Yesus di bukit. Saya melihat gambaran – Yesus di bukit mengajar kerumunan orang disekitarNya. Saat saya terus membaca, saya lupa bahwa saya masih di rumah. Saya tidak dapat merasakan sekitar saya. Saya tidak sadar akan waktu. Alkitab membawa saya dari satu kisah kepada kisah yang lain di Injil Matius. Otak saya mulai bekerja seperti komputer. Dari buku didepan saya, saya melihat gambaran dari Yesus. Di pikiran saya, saya melihat gambaran dari Muhammad. Otak saya tidak berhenti melakukan perbandingan. Otak saya penuh dengan Al-Quran dan kehidupan Muhammad jadi saya tidak perlu berusaha untuk mengingat mereka kembali. Itu sudah ada disana. Saya terus membaca Alkitab tanpa ingat waktu sampai saya mendengar adzan dari masjid. 

BACA BERSAMA SAYA 
Pembaca yang budiman, kita sampai pada saat dalam hidup saya yang saya ingin Anda ketahui. Jika Anda ingin mengetahui apa yang terjadi pada diri saya setelah malam itu, Anda dapat membacanya pada akhir buku. Tapi saya ingin berhenti disini sementara dan mengulang situasi bersama Anda. Sebelumnya saya, seorang sarjana yang menghabiskan 30 tahun mempelajari Islam dan kehidupan Muhammad. Saya tidak hanya mempraktekkan ajaran Islam; saya menghafalnya. Sekarang saya memiliki sebuah Alkitab didepan saya yang memperkenalkan saya pada Yesus. Pada halaman-halaman yang akan Anda baca, saya ingin Anda mengalami apa yang saya lihat pada malam di kamar saya di Mesir, dan apa yang terus saya temukan sebelas tahun belakangan ini. Tidak ada teologi, komentar-komentar, kata-kata khayalan. Saya tidak mempunyai seseorang yang membantu menafsirkan ’arti dari Alkitab’. Saya hanya membaca apa yang dikatakan Alkitab langsung kepada saya. Saya tidak perlu seseorang mengatakan pada saya, ”Ini yang dimaksudkan oleh Muhammad.” Saya mengingatnya langsung dari sumber aslinya. Izinkan saya memperkenalkan Anda pada Yesus dan Muhammad.

KEPUTUSAN PRIBADI SAYA
Sepanjang malam, pikiran saya seperti laser, terkonsentrasi untuk membaca Alkitab bersampul hitam yang ada di depan saya. Saya tidak menyadari waktu, sampai saya mendengar suara dari speaker masjid yang memanggil untuk sholat subuh! Saya terkejut melihat jam di tempat tidur di samping saya. Waktu telah menunjukkan pukul empat pagi. Saya mendengar anggota keluarga berjalan-jalan di sekitar rumah, bersiap-siap untuk pergi ke masjid. Tapi pagi ini saya tidak memiliki hasrat untuk berdoa: Saya merasa damai luar biasa dan saya hanya ingin beristirahat. Setelah pengalaman saya di penjara, saya bergumul setiap malam untuk bisa tidur. Saya sering menghabiskan berjam-jam membalikkan badan terus-menerus, hingga akhirnya tertidur kelelahan. Tapi pagi ini saya menaruh kepala di bantal dan beberapa saat kemudian saya sudah tidur. Saya bahkan tidak menyadari bahwa sakit kepala saya telah hilang sepenuhnya. Tiga jam kemudian, pada jam tujuh pagi, saya bangun dan merasa segar sekali. Saya siap untuk mengambil keputusan saya. Saya telah menemukan Tuhan Maha Kuasa penguasa surga yang saya cari selama ini. Tanpa keraguan sedikitpun dalam pikiran saya, saya berdoa kepada Tuhan dari Alkitab dan memberi hidup saya kepadaNya. Kemudian saya kembali ke Alkitab. Saya telah selesai membaca keempat Injil, Kisah Para Rasul dan Roma. Saya tidak tahu apa lagi yang akan saya baca, sehingga saya membiarkan Alkitab apoteker itu terbuka. Kali ini saya sampai di Mazmur 91. Saya membaca semuanya, kemudian membacanya lagi. Itu seperti pesan pribadi untuk saya dan situasi yang saya alami!

MAZMUR 91 
Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi 
dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa 
akan berkata kepada TUHAN: 
”Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.” 
Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung, 
dari penyakit sampar yang busuk. 
Dengan kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, 
di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung, 
kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok. 
Engkau tak usah takut terhadap kedahsyatan malam, 
terhadap panah yang terbang di waktu siang, 
terhadap penyakit sampar yang berjalan di dalam gelap, 
terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang. 
Walau seribu orang rebah di sisimu, 
dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, 
tetapi itu tidak akan menimpamu. 
Engkau hanya menontonnya dengan matamu sendiri 
dan melihat pembalasan terhadap orang-orang fasik. 
Sebab TUHAN ialah tempat perlindunganmu, 
Yang Mahatinggi telah kaubuat tempat perteduhanmu, 
malapetaka tidak akan menimpa kamu, 
dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu; 
sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu 
untuk menjaga engkau di segala jalanmu. 
Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, 
supaya kakimu jangan terantuk kepada batu. 
Singa dan ular tedung akan kaulangkahi, 
engkau akan menginjak anak singa dan ular naga. 
”Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, 
Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. 
Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, 
Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, 
Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. 
Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, 
dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku.” 

Ayat ini mengatakan bahwa Allah mengetahui bahaya yang akan saya hadapi karena keputusan saya. Keluarga saya, saudara-saudara saya, ayah saya, dan kaum saya sendiri, ketika mereka mengetahui kemurtadan saya, mereka akan mencoba membunuh saya sebelum orang lain. Dalam Mazmur ini saya mendengar Tuhan berkata: ”Aku akan melindungimu.” ”Ok,” saya berkata, ”Mazmur ini adalah janji Tuhan dan ini adalah senjata yang saya bawa selama pertempuran.” Saya mengingat seluruh pasal ini sebelum meninggalkan kamar saya.

MEMBERITAHU APOTEKER 
Sekitar jam sebelas siang saya kembali ke apotek dengan obat di satu tangan dan Alkitab di tangan yang lain. Saya tiba di kasir dan mengembalikan obat kepada apoteker. Dia bertanya pada saya: “Kamu membaca Alkitab?” Saya menjawab: ”Ya, dan saya memutuskan untuk menjadi seorang Kristen.” Dia melompat dan mulai memuji Tuhan dengan nyaring, kemudian datang dari balik loket dan memeluk saya. ”Mari masuk, duduklah” katanya, sambil menuntun saya melalui pintu ayun yang menuju belakang apotek. Dengan senyum di wajah, ia pergi untuk mengambil kursi. Ketika saya duduk, ia berkata, ”Tunggu sebentar” dan mulai menelepon seseorang. Pada saat itu saya menjadi sangat gelisah. Saya berpikir saya akan diserahkan pada polisi rahasia. Mungkin itu semua perangkap. Tapi ternyata ia hanya memanggil suaminya, seorang dokter hewan yang bekerja untuk negara. ”Kamu harus datang di sini sekarang,” ujar perempuan itu. Setelah setengah jam kemudian, suaminya tiba, apoteker itu berkata pada saya, ”Kami ingin mendengar apa yang anda alami tadi malam.” Sementara saya berbicara, apoteker terus mengajukan banyak pertanyaan, tetapi suaminya hanya memperhatikan saya – diam dan penuh perhatian. Pada akhirnya saya berkata: ”Saya ingin mensyairkan sesuatu untuk anda.” Lalu saya mulai memperkatakan semua isi Mazmur 91. Saya melihat air mata di mata suaminya. Perempuan itu berkata ”Sudah jam 12, saya akan menutup apotek dan kami ingin membawa anda untuk makan siang. Setelah makan siang kami akan membawa anda ke gereja.” Selagi kami makan siang ia terus mengajukan pertanyaan tentang apa yang saya alami dengan Alkitab pada malam itu. Saya bertanya apakah ia menginginkan Alkitabnya kembali. ”Tidak” jawab perempuan itu ”aku ingin kau memilikinya.” Kemudian mereka mulai memberi saya peringatan tentang bagaimana saya harus bersikap. ”Jangan bercerita pada banyak orang tentang apa yang anda alami.” mereka memperingatkan. ”Jangan pergi ke gereja terbuka. Terlalu banyak orang akan melihat anda. Anda dapat datang ke rumah kami belajar pendalaman Alkitab.” Namun, mereka gembira karena mereka akan memperkenalkan saya dengan pendeta mereka. Setelah berbicara beberapa saat dengan pendeta di kantornya, maka ia sampai pada sebuah kesimpulan yang mengagetkan kami semua. Dengan kata lain ia berkata: ”Hai anakku, kamu dapat pulang. Kami tidak perlu menambahkan anggota lain untuk jemaat kami. Dan jika anda akan pergi, kita tidak kehilangan salah seorang dari anggota kami. Kami tidak tertarik.” Pendeta itu takut Islam radikal akan menyerang gereja ketika mendengar bahwa seorang Muslim telah murtad dan menghadiri kebaktian mereka. Ketika kami meninggalkan kantornya, saya berkata kepadanya: ”Dengar, saya tidak khawatir tentang apa yang telah anda lakukan sekarang. Juruselamat saya akan membantu saya dan akan menjaga saya. Walaupun kamu menolak saya, Ia tetap setia menemani saya ke mana saja. Tetapi anda memerlukan bantuan.” Apoteker dan suaminya menjadi sangat kecewa dan malu. Mereka tidak berhenti meminta maaf atas apa yang terjadi. Saya juga kecewa, tetapi saya juga dapat melihat bahwa sikap pendeta tidak selaras dengan apa yang saya baca di dalam Alkitab. Saya mulai belajar prinsip penting, bahwa kita harus memisahkan pemimpin dari pengikutnya. Ini merupakan prinsip yang harus saya terapkan baik untuk Islam maupun untuk Kekristenan.

SEORANG KRISTEN RAHASIA 
Selama setahun kemudian, saya tinggal sebagai ”Orang Kristen Rahasia” di Mesir. Saya tidak memberitahu keluarga apa yang telah saya lakukan, tetapi saya kadang mampir ke apotek ketika saya ingin berbicara. Saya menanyai si apoteker dengan begitu banyak pertanyaan tentang Alkitab dan Kekristenan, tetapi saya tidak pernah minta obat untuk sakit kepala lagi. Sakit kepala saya sudah hilang. Saya mengalami banyak kesulitan dalam mencari gereja yang memperbolehkan saya untuk menghadiri kebaktian. Saya datang ke tiga orang pendeta yang mengatakan kepada saya bahwa saya tidak diterima di gereja mereka. Pada akhirnya saya naik taksi untuk pergi ke biara yang berada jauh di gurun di luar Kairo. Tempatnya sungguh terpencil sehingga saya berpikir mereka tidak perlu takut pada polisi rahasia dari kota. Seorang biarawan bicara dengan saya di luar tembok biara yang menyampaikan hal yang sama: ”Kami tidak dapat membantu.” Tetapi saya diberi nama seorang pendeta yang mungkin dapat membantu. Pada hari berikutnya saya tiba di gereja tersebut. Pendetanya awalnya sangat keras, ia mencoba untuk memastikan bahwa saya jujur. Ia menerima saya, dan saya datang ke gereja itu dengan berhati-hati selama setahun sampai saya meninggalkan Mesir. Saya menggunakan kata berhati-hati, karena saya dengan hati-hati berusaha untuk tidak menarik perhatian kepada saya. Saya naik bus ke gereja, alih-alih membawa mobil untuk menghindari diikuti oleh Muslim radikal. Saya tidak menceritakan kisah saya kepada anggota gereja yang lain. Gereja besar di Mesir biasanya menempatkan polisi orang Mesir untuk menjaga keamanan di pintu masuk. Sampai polisi terbiasa melihat saya, saya bersembunyi di antara sekelompok orang untuk masuk dan keluar dari gereja, saya harus yakin bahwa saya tidak akan dihentikan dan ditanyai siapa saya. Sepanjang hari, saya terus bekerja dengan ayah saya, sebagai direktur penjualan pakaian di perusahaannya.

MENINGGALKAN MESIR 
Tinggal menunggu waktu sebelum pada akhirnya keluarga saya mengetahuinya. Suatu hari, tanpa terencana, saya mengatakan yang sebenarnya pada ayah saya. Segera ayah saya mengambil pistol revolver dari bahunya dan menembakkan lima peluru pada saya. Dalam beberapa hari, saya meninggalkan rumah dan Mesir untuk selamanya. Itu adalah awal dari sebuah perjalanan panjang. Saya dibawa dari Mesir ke Afrika Selatan, dan pada akhirnya, Amerika Serikat; dimana saya menulis buku ini. Saya membawa Alkitab apoteker bersama saya dan memilikinya hingga hari ini. Perempuan itu membayar harga untuk menolong saya. Setelah saya meninggalkan Mesir, Muslim radikal membakar apoteknya, mencoba untuk membunuh dia. Beberapa Kristen Koptik di Mesir memberitahu saya bahwa ia dan suaminya meninggalkan negara Mesir dan berimigrasi ke Kanada

KEHIDUPAN SAYA HARI INI 
Dalam sebelas tahun terakhir ini saya telah hidup sebagai seorang Kristen, mendedikasikan hidup saya untuk memberikan Muslim dan semua orang kesempatan untuk mengenal Yesus, sama seperti saya. Tidak seorangpun yang harus dipaksa untuk menerima suatu kepercayaan, tetapi setiap orang harus memiliki akses ke semua informasi yang mereka mau dan harus mendapat kesempatan untuk membuat keputusan tanpa rasa takut tentang apa yang akan dilakukan orang lain padanya. Saya berdoa agar kata-kata saya dapat memberikan cahaya yang akan memimpin anda pada kedamaian, sukacita dan ampunan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

PENDIDIKAN AKADEMIS DR. GABRIEL
Pendidikan akademis Dr. Gabriel yang diperoleh dengan beasiswa, antara lain:
• Tingkat sarjana, master dan doktoral di Sejarah dan Budaya Islam dari Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir • Lulus kedua terbaik di kelasnya yang terdiri dari enam ribu mahasiswa untuk tingkat sarjana. Urutan ini diperoleh berdasarkan nilai kumulatif ujian lisan dan tulisan yang diberikan pada akhir tahun perkuliahan.
• Salah satu dosen termuda yang pernah dipekerjakan oleh Universitas AlAzhar. Ia mulai mengajar setelah ia menyelesaikan tingkat master dan sambil menyelesaikan tingkat doktoralnya.
• Dosen luar biasa. Universitas mengirimaknnya ke negara-negara di sekitar Timur Tengah sebagai dosen sejarah Islam. Universitas Al Azhar adalah adalah satu yang paling dihormati, univesitas Islam yang paling berwenang di dunia. Universitas ini telah beroperasi lebih dari seribu tahun. Sebagai tambahan bagi pendidikan akademisnya, Dr. Gabriel telah menjalani berbagai pengalaman, melayani sebagai seorang imam di mesjid di pinggiran kota Kairo. Setelah menjadi seorang Kristen, ia menjalani pendidikan Kristen. Pendidikan Kekristenan yang ia peroleh antara lain:
• Sekolah Latihan Pemuridan dengan Youth With A Mission (YWAM) di Cape Town, Afrika Selatan
• Gelar Master di Agama Dunia dari Universitas Kristen Florida di Orlando, Florida (2001)
• Gelar Doktor di bidang Pendidikan Kristen dari Universitas Kristen Florida di Orlando, Florida (2002)
• Dilantik sebagai mitra di Kelompok Sarjana Oxford, September 2003

https://pengayau.files.wordpress.com/2010/06/jesus-and-muhammad.pdf 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...